IFTITAH

Selamat Datang di blog kami. blog ini dibuat sebagai sarana komunikasi sekaligus sarana publikasi artikel-artikel yang disusun oleh pemilik blog ini keberadaan blog ini semoga memberi secercah manfaat. Kedepan pemilik blog akan menggunakan nama pena Dzikri Fi Rabbani

Pulang Mudik

Pulang Mudik
Berfose depan pesawat Lion Air

Rabu, 14 April 2010

Hakikat Iman

HAKIKAT IMAN[1]

Oleh: Erlan Naofal, S.Ag, M.Ag[2]

Iman secara etimologi artinya mempercayai.[3] Percaya berkaitan erat dan tidak bisa dipisahkan dari mengenal dan mengetahui(ma'rifat)[4]. Dalam arti kepercayaan terhadap sesuatu itu tumbuh dengan dilandasi dan didasari pengetahuan dan pengenalan terhadapnya. Jika seseorang mempercayai sesuatu maka dia mengetahui dan mengenalnya. Dalam Khasyiyah Jami' al-Shahih lil imam al-Bukhari disebutkan bahwa kadar dan tingkat keimanan seseorang kepada Allah itu tergantung pada sejauh mana kadar pengetahuan dan pengenalan (ma’rifatullah) orang tersebut kepada Allah.[5] Jadi seseorang yang beriman kepada Allah, maka tentunya dia mengetahui dan mengenal Allah. Mengenal dan mengetahui Allah berbeda dengan mengenal makhluk-Nya. Mengenal dan mengetahui Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya yang dapat diperoleh dengan cara men-tadabburi dan men-tafakuri ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyat/tersirat di alam raya maupun ayat qur'aniyat/tersurat dan tertulis dalam Qur'an. Meskipun demikian, tidaklah merupakan kemestian orang yang mengetahui sesuatu otomatis mempercayai dan mengimaninya. Adakalanya mengetahui sesuatu tetapi tidak mengimaninya seperti iblis yang mengetahui (ma'rifat) terhadap Allah, tetapi dia tidak mengimani dan tidak mau tunduk pada perintah Allah SWT.

Sedangkan menurut terminologi[6], iman diformulasikan sebagai pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan yang dibuktikan dengan perbuatan dan karya nyata (amal)[7].

Iman memiliki tiga sifat yaitu[8]: Pertama, iman itu bersifat abstrak dengan pengertian manusia tidak dapat mengetahui dan mengukur kadar keimanan orang lain. Iman bersifat abstrak karena iman ada dalam hati dan isi hati tidak ada yang tahu kecuali Allah dan orang tersebut. Namun meskipun demikian ada sebuah hadits yang memberi petunjuk kepada kita bahwa meskipun iman itu bersifat abstrak, tetapi iman dapat diidentifikasi dari amaliah dan ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya. Nabi bersabda:

Artinya:"Apabila kamu melihat seorang laki-laki membiasakan dirinya pergi ke mesjid (untuk menunaikan ibadah), maka persaksikanlah bahwa orang tersebut beriman"(al-Hadits).[9] Kedua, iman bersifat fluktuatif artinya naik turun, bertambah dan berkurang, bertambah karena melaksanakan keta'atan dan berkurang karena melakukan kemaksiatan[10]. Kondisi iman bersifat fluktuatif ini karena iman bertempat dalam hati yang mana karakter dasar hati adalah berubah-ubah dan tidak tetap dalam satu kondisi, hati kadang senang, sedih, marah, rindu, cinta, benci sehingga dalam bahasa Arab hati dinamai qalbun yang artinya bolak-balik dan tidak tetap dalam satu kondisi. Abu Musa al-‘Asy’ari menyebutkan:"sesungguhnya hati disebut qalbun tiada lain karena hati selalu bolak-balik dan berubah.[11]. Oleh karena itu iman mesti dijaga dan dipupuk. Iman itu ibarat tanaman yang mesti dipupuk dan pelihara dengan baik. Karena apabila iman tidak dipelihara dan dipupuk bisa saja iman itu mati ataupun kalau tidak mati, iman itu tidak akan tumbuh dengan baik dan tidak akan berbuah amal kebajikan seperti tanaman yang tidak terurus dan ditelantarkan yang mungkin mati atau mungkin hidup tetapi tidak berbuah dan tidak menghasilkan. Diantara hal-hal yang harus dilakukan untuk memelihara dan memupuk keimanan adalah men-tadaburi ayat-ayat Alqur'an, men-tafakkuri ciptaan-ciptaan Allah, berdzikir, berdo'a kepada Allah agar diberi anugrah iman yang kuat[12] dan senantiasa mengamalkan ajaran-ajaran agama dengan konsisten. Dalam sebuah Hadits Nabi bersabda:"Perbaharuilah imanmu". Lalu para shahabat bertanya kepada Rasul:"Bagaimana kami memperbaharui iman kami. Beliau menjawab:"Perbanyaklah menyebut La Ilaha Illallah".[13] Ketiga, iman itu bertingkat-tingkat. Artinya tingkat dan kadar keimanan dalam hati orang beriman itu berbeda dan tidak sama, ada yang kuat, ada yang sedang dan ada yang lemah imannya. Kadar dan kualitas keimanan Abu Bakar dan shahabat-shahabat Nabi tentunya berbeda dengan keimanan orang-orang sesudahnya. Alqur'an pun dalam meredaksikan orang-orang yang beriman adakalanya menggunakan kata Alladzina Amanu dan terkadang menggunakan kata al-Mu'minun. Ada perbedaan makna antara kedua kata tersebut. Kata Alladziina Aamanuu mengandung arti seluruh orang yang beriman baik yang kuat imannya, yang sedang imannya maupun yang lemah keimanannya. Sedangkan kata al-Mu'minun mengandung arti orang mu'min yang memiliki kualitas keimanan yang sempurna.

Mudah-mudahan kita diberi kekuatan iman dan Islam oleh Allah sehingga termasuk orang yang memiliki kualitas keimanan yang baik, namun tentunya untuk meraih dan mewujudkan hal itu perlu ada upaya sungguh-sungguh (mujahadah) dan keinginan kuat (iradah) yang diwujudkan dengan semangat menggebu (himmat 'adzimah) untuk mendalami, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

  1. A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya,2002, cet.25
  2. Hasyiyah Jami’ al-Shahih, Maktabah Darul Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt.
  3. Aam Amirudin, Tafsir kontemporer, Khazanah Intelektual, Bandung, 2006,Jilid I.
  4. Fathul Majid, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
  5. Itsbatushifat al-‘Uluwwi, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
  6. Al-Ghazali, Bidayat al-Hidayat, Pustaka al-'Alawiyyah, Semarang, tt
  7. al-Durr al-Mantsur, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
  8. Sunan Ahmad bin Hambal, dalam Program Maktabah al-Syamilah.
  9. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, cet.7

الحمد لله الذي قد تم هذا التأليف بعون الله واعانته علي يد الفقير ايرلان نوفل القاضي للمحكمة الشرعية سديكلنج



[1] Artikel ini dibuat untuk disampaikan Penulis pada Bintal Rutin Mingguan Pengadilan Agama Sidikalang tanggal 20 Januari 2010, pada Khutbah Jum’at di Mesjid Jami’ Bintang Mersada Sidikalang-Dairi Sumatera Utara tanggal 19 Februari 2010 dan Khutbah Jum'at di Mesjid al-Muhajirin Perumnas Simbara Permai Sidikalang Dairi-Sumatera Utara 26 Maret 2010

[2] Penulis menyelesaikan Pendidikan SI pada Fakultas Syari'ah Jurusan al-Akhwal al-Syahsiyyah IAIC Cipasung Tasikmalaya pada tahun 2000. sedangkan Pendidikan S2 selesai pada tahun 2006 dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada Studi Konsentrasi Hadits dan pernah mondok di Pesantren Sukahideng Tasikmalaya dari tahun 1992-2000. Pertama berkarir sebagai Calon Hakim pada Pengadilan Agama Kelas 1-A Subang, Jawa Barat dari tahun 2006-2009 dan sejak Agustus 2009 bertugas sebagai Hakim Pratama Muda pada Pengadilan Agama Kelas 2 B Sidikalang, Medan Sumatera Utara.

[3] A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya,2002, cet.25,hal. 41

[4] Yang dimaksud ma'rifat dalam artikel ini adalah ma'rifat menurut bahasa yang artinya mengetahui dan mengenal (A.W. Munawwir, ibid. hal. 919) , bukan ma'rifat dalam ilmu tashawwuf yang merupakan salah satu maqam atau hal sebagaimana yang dicetuskan oleh Dzunnun al-Misri. (Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, cet.7, hal.76)

[5] Hasyiyah Jami’ al-Shahih, Maktabah Darul Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt, hal.12 yang bunyinya: وايمان الشخص علي قدرمعرفته باللهartinya:”dan keimanan seseorang itu sesuai dengan kadar/ukuran ma’rifatnya kepada Allah”.

[6] تصديق بالقلب واقرار باللسان وأفعال بالأركان

[7] Amal adalah perbuatan yang dilakukan dengan segenap kesadaran dan penuh pertimbangan.

[8] Aam Amirudin, Tafsir kontemporer, Khazanah Intelektual, Bandung, 2006,Jilid 1, hal.143. dalam buku tersebut, Ustadz Aam Amirudin hanya menyebutkan dua karakter/sifat iman yaitu abstrak dan fluktuatif. Sedangkan sifat iman yang ketiga adalah pendapat penulis sendiri berdasarkan dalil-dalil berikut: خيركم قرني ثم اللذين يلونهم ثم الذين يلونهم (Sebaik-baik kamu adalah generasiku, kemudian generasi sesudahku, lalu generasi sesudahnya)

[9] وفي الحديث : إذا رأيتم الرجل يعتادالي المسجد فاشهدوا له بالإيمان Fathul Majid, Juz I, hal.333 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.

[10] Itsbatushifat al-‘Uluwwi, Juz. 1hal. 122 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.

[11] انما سمي القلب قلبا لتقلبه al-Durr al-Mantsur, Juz. I, hal. 155 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.

[12] Dalam kitab Bidayat al-Hidayat, Imam al-Ghazali memuat do'a sebagai berikut: اللهم انا نسألك ايمانا خالصا دائما يباشر قلوبنا ويقينا صادقا حتي نعلم انه لن يصيبنا الا ما كتبته علينا (Ya Allah sesungguhnya kami memohon/meminta kepada-Mu iman yang murni yang terus menerus menyinari hati-hati kami dan keyakinan yang benar sehingga kami meyakini bahwasanya tidak akan menimpa kepada kami kecuali apa yang telah Engkau tetapkan hal itu buat kami). Al-Ghazali, Bidayat al-Hidayat, Pustaka al-'Alawiyyah, Semarang, tt, hal. 23

[13]جددوا ايمانكم قيل يا رسول الله وكيف نجدد إيماننا قال أكثروا من قول لا إله إلا الله Sunan Ahmad bin Hambal, Juz II, hal. 359, Hadits nomor 8695 dalam Program Maktabah al-Syamilah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar