IFTITAH

Selamat Datang di blog kami. blog ini dibuat sebagai sarana komunikasi sekaligus sarana publikasi artikel-artikel yang disusun oleh pemilik blog ini keberadaan blog ini semoga memberi secercah manfaat. Kedepan pemilik blog akan menggunakan nama pena Dzikri Fi Rabbani

Pulang Mudik

Pulang Mudik
Berfose depan pesawat Lion Air

Rabu, 14 April 2010

Dalil-dalil Qur'an, Hadits dan Aqwal Fuqaha dalam Putusan Pengadilan Agama.

Dalil-dalil Qur'an, Hadits dan Aqwal Fuqaha dalam Putusan Pengadilan Agama.

Oleh : Erlan Naofal, S.Ag, M.Ag[1]

Pendahuluan

Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu [2]yang tugas pokoknya adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Produk pengadilan agama sebagai bentuk penyelesaian perkara yang diperoleh dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan oleh hakim sebagai ujung tombak lembaga peradilan itu ada tiga macam, yaitu:

1. Putusan.

2. Penetapan.

3. Akta Perdamaian, selain itu ada pula produk Pengadilan Agama yang bukan produk sidang tetapi berkekuatan hukum seperti putusan sebagai akta otentik, yaitu: Akta Komparasi dan Akta Keahliwarisan.[3]

Putusan ialah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu perkara gugatan atau sengketa antara pihak yang berperkara (contentiosa). Penetapan sama seperti definisi diatas hanya saja perkara yang diselesaikan adalah perkara permohonan atau tanpa ada sengketa para pihak (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.[4]

Putusan sebagai salah satu produk pengadilan agama yang dijatuhkan seorang hakim sebagai hasil pemeriksaan perkara di persidangan mesti memperhatikan tiga hal yang sangat fundamental dan essensial, yaitu: keadilan (gerechtigheit), kemampaatan (zwachmatigheit) dan kepastian (rechtsecherheit).[5] Ketiga hal tersebut mesti diperhatikan secara seimbang dan proforsional, meskipun dalam praktek sangat sulit mewujudkannya. Hakim mesti berupaya semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan itu mengandung asas tersebut diatas. Jangan sampai putusan hakim justru menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi para pihak pencari keadilan.[6]

Disamping itu, seorang hakim harus memperhatikan asas-asas putusan yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacad. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004. Adapun asas-asas putusan tersebut adalah sebagai berikut: pertama, wajib mengadili seluruh bagian gugatan. Kedua; diucapkan di muka umum atau dalam sidang terbuka untuk umum. Pelanggaran terhadap asas yang kedua ini dapat menyebabkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Ketiga; tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan. Larangan ini disebut ultra petitum partium. Keempat; memuat dasar alasan yang jelas dan rinci. Putusan yang tidak memuat dasar dan alasan yang jelas dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) dan mengakibatkan putusan seperti itu dapat dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi .[7]

Alasan-alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan sebagai berikut; pasal-pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi dan doktrin hukum. Sebagaimana Pasal 23 UU No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 menegaskan bahwa segala putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan mencantumkan pasal-pasal peraturan perundang-undangan tertentu yang bersangkutan dengan perkara yang diputus atau berdasarkan hukum tak tertulis maupun yurisprudensi atau doktrin hukum.[8]

Abdul Manan menyebutkan bahwa dalam pertimbangan hukum, seorang hakim setelah mempertimbangkan dalil gugatan, bantahan atau eksepsi dari Tergugat serta dihubungkan dengan bukti- bukti yang ada lalu menarik kesimpulan dari semua hal tersebut diatas, selanjutnya seorang hakim menuliskan dalil-dalil hukum syara yang menjadi sandaran pertimbangannya dengan mengutamakan dalil yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits, baru pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh. [9] Pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh merupakan salah satu diantara sumber-sumber hukum acara di Peradilan Agama.[10] Namun dalam rangka unifikasi hukum berdasarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama Departemen Agama Nomor B/1/1735, tanggal 18 Februari 1958 sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang pengadilan luar Jawa dan Madura, kitab fiqh yang dapat dijadikan pedoman hukum acara ada 13 yaitu sebagai berikut; al-Bajuri, Fatchul Mu'in, Syarqowi 'ala Tahrir, Qalyubi/Mahalli, Fathul Wahhab dan Syarahnya, Tuhfah, Targhibul Musytaq, Qawaninus Syari'ah Lis Sayyid bin Yahya, Qawaninus Syari'ah Lis Sayyid Sadaqah Dahlan, Syamsuri fil Faraidh, Bugyatul Mustarsyidin, al-Fiqh 'ala Madzahib Arba'ah dan Mugnil Muhtaj.[11]

Salah satu keistimewaan dan perbedaan putusan pengadilan agama dengan yang lainnya adalah adanya doktrin-doktrin dari qur'an, hadits dan aqwal fuqaha. Karenanya jika kita meneliti putusan-putusan yang terdapat pada buku yurisprudensi terutama buku yurisprudensi lama, kita akan menemukan banyak sekali dalil-dalil qur'an, hadits maupun aqwal fuqaha yang dijadikan sandaran pertimbangan dalam putusan. Dalam makalah ini, penulis berusaha mengumpulkan dan menginventarisir dalil-dalil baik dari al-Qur'an, hadits maupun aqwal fuqaha yang penulis dapatkan dari beberapa yurisprudensi putusan Pengadilan Agama yang ada pada penulis dengan harapan bisa bermampaat bagi para pihak yang membutuhkannya terutama para hakim dalam lingkungan peradilan agama.

A. Dalil-dalil dari Qur'an

a) QS. al-Maidah ayat 1, yang berbunyi:

يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود

Artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu".

Ayat ini terdapat dalam pertimbangan putusan perkara nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan al-Musyarakah[12]

b) QS. an-Nur ayat 6-7 yang berbunyi:

الذين يرمون ازواجهم ولم يكن لهم شهداء الا انفسهم فشهادة احدهم اربع شهادات بالله انه لمن الصادقين (6) والخامسة ان لعنة الله عليه ان كان من الكاذبين

Artinya:"Dan orang-orang yang menuduh istrinya berbuat zina padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang yang benar(6) Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta".

Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 505/1984 Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya dalam perkara gugat cerai. [13]

c) QS. al-Baqarah ayat 231 yang berbunyi:

--- ولا تمسكوا هن ضرارا لتعتدوا ----الاية

Artinya: ..... Janganlah kamu pegangi mereka (tetap sebagai isteri-isterimu) untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka............".

Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai. [14]

d) QS. al-Ruum Ayat. 21 yang berbunyi:

ومن أيته أن خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوا اليها و جعل بينكم مودة ورحمة ان في ذالك لايت لقوم يتفكرون

Artinya:"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah, Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari dirimu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bagi tanda-tanda bagi kaum yang berakal.

Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor:283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam perkara cerai gugat.[15]

e) QS. al-Isra ayat 34 yang berbunyi:

و اوفوا بالعهد ان العهد كان مسئولا

Artinya:"Dan tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya".

Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam perkara Cerai Gugat. [16]

f) QS. al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

واستشهدوا شهيدين من رجالكم فان لم يكونا رجلين فرجل وامرأتان ممن ترضون من الشهداء

Artinya:"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (diantaramu), jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridho'i".

Ayat tersebut terdapat dalam Putusan Nomor:63/1977 Pengadilan Agama Banda Aceh. [17]

g) QS. al-Baqarah ayat 227 yang berbunyi:

و ان عزموا الطلاق فان الله سميع عليم

Artinya:"Dan jika mereka berajam (berketetapan hati) talak maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".

Ayat ini terdapat dalam pertimbangan putusan Nomor: 63/Pdt.G/1999/PA.SRG tentang perkara cerai talak.[18]

h) QS. an-Nisa ayat 35, yang berbunyi:

فان خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من اهله وحكما من أهلها ان يريدا اصلاحا يوفق الله بينهما

Artinya:"Dan jika kamu khawatirkan adanya persengketaan diantara keduanya, maka utuslah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam bermaksud mengadakan perbaikan (ishlah), niscaya Allah memberi taufiq kepada keduanya".

Ayat Alqur'an ini terdapat dalam Putusan Nomor: 05/1983 pada Pengadilan Agama Manado dalam perkara cerai gugat[19]

i) QS. an-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

يوصيكم الله في اولادكم للذكر مثل حد الأنثيين

Artinya:"Allah telah menetapkan hukum pembagian harta pusaka, bagi seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan".

j) QS. an-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

وان كانت واحدة فلها النصف

Artinya:"Dan jika ada seorang anak perempuan, maka haknya separoh bagian".

k) QS. an-Nisa ayat 12 yang be rbunyi:

فان كان لكم ولد فلهن الثمن مما تركتم

Artinya:"Jika kamu meninggalkan anak, maka isteri mendapat seperdelapan".

Ketiga ayat diatas pada huruf g,h,i terdapat dalam Putusan nomor: 0259/Pdt.G/1992/PA.JP dalam perkara waris.[20]

l) QS. an-Nisa ayat 8 yang berbunyi:

واذا حضر القسمة اولوا القربى واليتمى والمساكين فارزقوهم منه وقولوا لهم قولا معروفا

Artinya:"Dan apabila keluarga dekat (yang tidak termasuk ahli waris), anak-anak yatim dan orang-orang miskin, hadir pada waktu pembagian harta (warisan) maka hendaklah kamu memberi kepada mereka dari harta warisan itu dan katakanlah kepada mereka perkataan yang baik"

Ayat tersebut terdapat dalam putusan Nomor: 025/1993/PTA.JK tentang perkara waris.[21]

B. Dalil-dalil dari Hadits.

a) Dalam Hadits Nabi, yang berbunyi:[22]

الحقوا الفرائض باهلها فما بقي فلاولى رجل ذكر

Artinya:"Berikanlah bagian- bagian itu kepada yang berhak, sisanya untuk saudara laki-laki yang terdekat".

Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor:0259/Pdt.G/1992/PA.JP pada Pengadilan Jakarta Pusat dalam perkara waris.

b) Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni, yang berbunyi:

المسلمون على شروطهم

Artinya:"Orang-orang Islam itu terikat pada akad perjanjian yang mereka buat".

Hadits ini terdapat dalam pertimbangan putusan perkara nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan al-Musyarakah[23]

c) Dalam Kitab Fiqhus Sunnah Juz II hal. 275, yang berbunyi:

فعن ابن عباس ان النبي صلعم قال : المتلاعنان اذا تفرقا لا يجمعان ابدا

Artinya:"Dari ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW. Bersabda: Suami isteri yang li'an itu apabila keduanya bercerai tidak dapat disatukan kembali (nikah lagi) untuk selama-lamanya".

Hadits diatas terdapat dalam Putusan Perkara: 505/1984 Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya tentang li'an dan fasakh[24]

d) Dalil dari kitab al-Muwatha Juz II hal. 28 berbunyi:

حدثنى يحيى عن مالك عن يحيى بن سعيد بن المسيب ان عمر بن الخطاب قال انما امرأة فقدت زوجها فلم تدرى اين هو فانها تنتظر اربع سنين ثم تعتد اربعة اشهر و عشرا ثم تحل

Artinya:" Telah mengatakan kepada saya Yahya dari Malik dari Yahya bin Sa'id bin al-Musayyab, bahwa Umar bin Khatthab berkata:"Wanita manapun yang kehilangan suaminya sehingga ia tidak mengetahui lagi dimana adanya, maka bahwa dia harus menunggu 4 tahun lamanya, kemudian dia menjalankan 'iddah selama 4 bulan 10 hari, kemudia ia bebas".

Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 256/1972 Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya tentang pembatalan Perkawinan.[25]

e) Sabda Rasul yang terdapat dalam kitab al-Asybah wa al-Nadhair, hal 7 yang berbunyi :

لا ضرر ولا ضرار

Artinya:"Tidak boleh menimbulkan kemudharatan dan tidak boleh saling membuat kemudharatan".

Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur tentang gugat cerai.[26]

f) Sabda Rasul yang berbunyi:

ابغض الحلال عند الله الطلاق

Artinya:"Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq".

Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat tentang gugat cerai.[27]

g) Hadits Nabi dari Ibnu 'Abbas dalam kitab Subulussalam Juz IV halaman 131 yang berbunyi:

ان النبي صلى الله عليه وسلم قضي بيمين وشاهد (اخرجه مسلم وابو داود و النسائ)

Artinya:" Bahwa Nabi Saw. Pernah memutuskan perkara dengan sumpah (yang menggugat) dan seorang saksi laki-laki".

Hadits ini terdapat dalam putusan Nomor: 63/1977 pada Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh[28].

h) Hadits dari Ibnu 'Abbas yang diriwayatkan oleh Baihaqi yang berbunyi:

البينة على المدعى واليمين على من انكر

Artinya:"Bukti atas orang yang mendakwa dan sumpah atas orang yang menyangkal dakwaan itu".

Hadits ini terdapat dalam putusan Nomor: 63/1977 pada Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh[29]

i) Hadits Nabi Saw, yang berbunyi:

الصلح سيد الاحكام

Artinya:"Perdamaian itu adalah sumber dari peraturan hukum".

Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor:75/1981 Pengadilan Palopo dalam perkara waris.[30]

C. Dalil-dalil dari Aqwal fuqaha

a) Dalam kitab 'Ianatut Thalibin Juz IV hal 380.

والقضاء علي غا ئب عن البلد او عن المجلس بتوار او تعزز جائز ان كان مع المدعي حجة

Artinya:"Hakim boleh memutus perkara atas orang yang tidak berada di tempat atau dari majelis hakim, baik ketidak hadirannya itu bersembunyi atau enggan, apabila penggugat ada bukti yang kuat".

Pendapat ulama ini terdapat dalam pertimbangan putusan perkara nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan al-Musyarakah[31]

b) Dalam kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405 yang berbunyi:

من دعي الى حاكم من حكام المسلمين فلم يجب فهو ظالم لا حق له

Artinya:"Barangsiapa yang dipanggil untuk menghadap pengadilan, kemudian dia tidak memenuhinya, maka ia telah berbuat dholim maka gugurlah haknya".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat tentang perkara gugat Cerai.[32]

c) Dalam kitab Bajuri Juz II hal. 334, yang berbunyi:

فان اقر بما ادعي عليه به لزمه ما اقر

Artinya:"Apabila Tergugat telah membenarkan gugatan atas dirinya, maka hakim menetapkan perkara itu berdasarkan pengakuan tersebut".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:505/1984 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang perkara li'an dan fasakh.[33]

d) Dalam kitab Fiqh Sunnah Juz II hal 276.

يري جمهور العلماء ان الفرقة الحاصلة باللعن فسخ و ان الفسخ باللعن يمنع المرأة من استحقاقها النفقة في مدة العدة وكذالك السكني لان النفقة والسكني انما يستحقان في عدة الطلاق لا في عدة الفسخ

Artinya:"Mayoritas ulama berpendapat bahwa perceraian yang timbul akibat li'an adalah fasakh dan sesungguhnya fasakh dengan li'an itu mencegah hak wanita untuk memeperoleh nafkah pada masa 'iddah, demikian pula tidak mendapatkan maskan, karena sesungguhnya nafkah dan maskan itu hanyalah hak bagi 'iddah thalaq, bukan bagi 'iddah fasakh".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:505/1984 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang perkara li'an dan fasakh.[34]

e) Dalam kitab Fiqhus Sunnah Juz II hal. 276 yang berbunyi;

اذا نفى الرجل ابنه و تم اللعن بنفيه له انتفى نسبه وسقطت نفقته عنه وانتفى التوارث فهي ترثه ويرثها

Artinya:" Jika seorang laki-laki menafikan (tidak mengakuii ) anaknya, dan telah sempurna li'an dengan menafikan anak tersebut, tercegahlah nasab anak itu dari ayahnya, dan gugurlah nafkah itu dari ayahnya, dan tidak dapat saling mewarisi ( antara ayah dan anak dan hanya berhak atas ibunya), maka anak itu diwarisi oleh ibunya dan mewarisi ibunya".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:505/1984 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang perkara li'an dan fasakh.[35]

f) Dalam kitab 'Ianatut Thalibin Juz IV hal 338

والقضاء علي غا ئب جائز ان كان مع المدعي حجة

Artinya:"Hakim boleh memutuskan perkara atas orang yang gaib, apabila ada hujjah yang dikemukakan Penggugat".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:772/1986 Pengadilan Agama Jakarta Utara dalam perkara gugat cerai.[36]

g) Dalam kitab Ghayatul Maram Lil Syarh al-Majdi, yang berbunyi sebagai berikut:

اذا اشتد عدم رغبة الزوجة لزوجها طلق عليها القاضي طلقة

Artinya:"Apabila ketidak sukaan isteri kepada suaminya sudah sedemikian rupa, maka hakim boleh menjatuhkan talaknya suami itu dengan talak satu".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[37]

h) Dalam kitab al-Muhadzdzab Juz II hal 75.

اذا كرهت المرأة زوجها لقبح منظره او سوء معاشرته وخافت ان لا تؤدي حقه جاز لها ان تخالئه علي عوض لقوله عز وجل فان خفتم الا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما فيما افتدت به(البقرة 229)

Artinya:"Apabila isteri tidak lagi cinta kepada suaminya karena penampilan dan prilaku suami yang buruk dan ia khawatir tidak dapat memenuhi haknya suami, maka bagi isteri di bolehkan khulu' dengan membayar uang iwadh. Berdasarkan firman Allah SWT, maka jika kamu (suami-isteri) khawatir tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya".(Surat al-Baqarah ayat 229).

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam perkara gugat cerai.[38]

i) Dalam kitab Fathu Wahhab Juz II hal. 34 berbunyi:

ولا منكوحة ولا معتدة من غيره لتعلق حق الغير بها

Artinya:"Tidak sah seorang perempuan yang masih bersuami dan tidak juga wanita yang masih dalam masa 'iddah (dinikahkan dengan laki-laki lain), karena masih terikatnya hak orang lain(suaminya) dengan dirinya".

Pendapat ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:256/1972 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang Pembatalan Perkawinan[39]

j) Dalam kitab I'anat al-Thalibin Juz IV hal. 86 yang berbunyi:

يجوز لزوجة مكلفة فسخ نكاح من اعسر باقل نفقة

Artinya:"Isteri yang mukallaf boleh mengajukan fasakh perkawinannya dengan suami yang miskin karena kurangnya nafkah".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[40]

k) Dalam kitab Asnal Mathalib Juz III, hal. 439 yang berbunyi:

ولو عجز عن السكنى او الكسوة فسخت

Artinya:"Apabila suami tidak bisa memberikan tempat tinggal dan pakaian secara patut maka boleh difasakhkan".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[41]

l) Dalam kitab I'anatuth Thalibin Juz IV, hal. 91 yang berbunyi:

اذا توافرت شروط الفسخ الى قوله يفسخ هو اى القاضى

Artinya:"Apabila syarat-syarat fasakh telah cukup, maka hakim memfasakh pernikahan itu'.

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[42]

m) Dalam kitab al-Asybah wan Nadhair, hal. 612.

وانما يلزم القاضي بيان السبب اذا لم يكن حكمه نقضا

Artinya:"Sesungguhnya hakim (tingkat banding) tidak mesti menjelaskan alasan-alasan hukum bilamana putusannya bukan membatalkan (putusan tingkat pertama)".

Doktrin ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor: 18/1978 (Reg Banding No.53/1977) pada Mahkamah Syar'iyah Propinsi Banda Aceh yang menguatkan putusan pada tingkat pertama.[43]

n) Dalam kitab al-Muhadzdzab Juz II hal.333. yang berbunyi:

ويثبت المال وما يقصد به المال كالبيع والاجارة والهبة و الوصية والرهن والضمن بشاهد وامرأتين

Artinya:"Ditetapkan harta dan segala sesuatu yang menyangkut dengan harta seperti jual beli, kontrak upah kerja, hibah, wasiat, gadai dan jaminan utang dengan pembuktian kesaksian seorang laki-laki dan dua orang perempuan".

Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan nomor: 63/1977 pada Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh[44]

o) Dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin hal. 273 yang berbunyi:

ولا يجوز الاعتراض على القاضى بحكم او فتوى ان حكم بالمعتمد أو بما رجحوا القضاء به

Artinya:"Tidak dapat dibantah putusan hakim atau fatwanya bila hakim itu telah mengadili dengan dalil-dalil yang mu'tamad atau yang telah dikuatkan hukumnya".

Pendapat ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:14/1982 Pengadilan Agama Propinsi Ujung Pandang yang menguatkan putusan tingkat pertama[45]

p) Dalam Kitab Mughnil Muhtaj Juz III hal. 13 yang berbunyi:

الابن المنفرد يستغرق المال

Artinya:"Adapun anak laki-laki tunggal memiliki semua harta peninggalan".

Pendapat ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:256/1982 Pengadilan Agama Kelas 1 Ujung Pandang dalam perkara waris. [46]

q) Dalam kitab al-Bajuri Juz II, hal.62 yang berbunyi:

لا تصح الهبة الا بايجاب وقبول لفظا

Artinya:"Tidak sah hibah, kecuali dengan ijab dan qabul yang diucapkan".

Pendapat Ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 16/1982 Pengadilan Tinggi Agama Padang tentang sengketa hibah[47]

r) Dalam kitab Qalyubi Juz III hal. 110 yang berbunyi:

التمليك بغير عوض هبة

Artinya:"Memindahkan hak milik dengan tidak ada penggantian dinamakan hibah".

Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:11/1982 Pengadilan Agama Bengkalis [48]

s) Dalam kitab al-Bajuri Juz II, hal. 51 berbunyi:

فاذا قبضها الموهوب له لم يكن للواهب ان يرجع فيها

Artinya:"Maka apabila harta hibah itu telah diterima oleh orang yang menerima hibah, tidak boleh pemberi hibah mencabut hibahnya kembali".

Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:11/1982 Pengadilan Agama Bengkalis.[49]

t) Dalam kitab al-Anwar , Juz 3, hal. 16

التبرعات المعلقة بالموت معتبرة من الثلث

Artinya:"Pemberian sukarela dari seseorang yang digantungkan dengan kematiannya diperhitungkan maksaimal sepertiganya".(dari semua harta yang ditinggalkan pemberi itu).

Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:238/1981 Pengadilan Agama Medan dalam perkara wasiat.

u) Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 185, yang berbunyi:

كل تبرع صدر من المريض بمرض الموت من نحو نذر ووقف وهبة وابراء وصدقة وعارية وعتق وتدبير يكون من الثلث كما ان من الثلث أيضا كل معلق بالموت ولو في حال الصحة من نحو وصية ونذر ووقف فان كان ذالك لوارث فلا بد فيه من اجازة بقية الورثة الكاملين

Artinya:"Segala bentuk pemberian yang dilakukan oleh seorang yang sakit yang membawa kematian, baik berupa nadzar, wakaf, hibah, pembebasan (dari hutang), shadaqah, 'ariah, pembebasan budak dan tadbir, hanya dapat diambilkan dari 1/3 harta bendanya, sebagaimana pemberian yang bersyarat sesudah matinya pemberi, seperti wasiat, nadzar dan waqaf. Kemudian jika pemberian itu ditujukan kepada salah seorang ahli waris, maka harus mendapat persetujuan dari ahli waris-ahli waris seluruhnya".

Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:238/1981 Pengadilan Agama Medan dalam perkara sengketa wasiat.[50]

v) Dalam kitab I'anatut Thalibin, Juz IV, hal. 12 yang berbunyi:

ويقع بكناية وهي ما يحتمل الطلاق وغيره ان كانت مع النية

Artinya:"Jatuh thalak dengan kinayat yaitu sesuatu yang mengandung kemungkinan thalaq dan selainnya jika disertai dengan niat".

Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 188/1982 Pengadilan Agama Gorontalo dalam perkara Cerai Talak. [51]

w) Dalam kitab Khulashatut Tiryaaq hal. 62, yang berbunyi:

فان امتنع علي القبول وامتنعت المرأة على الطاعة دخلت القضية فى باب الشقاق

Artinya:"Apabila pihak suami menolak untuk menerima permintaan cerai isterinya, sedangkan pihak isteri menolak untuk taat terhadap suaminya, maka perkara tersebut masuk kedalam perkara syiqaq".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[52]

x) Dalam kitab Tuhfah Juz VII, hal. 457, yang berbunyi:

فان اختلف رأيهما بعث القاضي اثنين ليتفقا على شيء

Artinya:"Apabila kedua hakam yang ditunjuk pada tahap pertama itu berbeda pendapat, maka hakim perlu menunjuk dua orang lainnya sebagai hakam guna mencapai suatu kesepakatan".

Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[53]

y) Dalam kitab Khulashah al-Tiryaq hal. 69

فلهما ان يفعلا ما يريانه من الجمع والتفريق بعوض او بغير عوض وان لم يحصل لهما اذن من الزوجين

Artinya:"Kedua hakam bebas dan berhak untuk melakukanb apa yang disepakatinya baik berupa mengumpulkan kembali suami isteri itu atau pun menceraikan mereka dengan atau tanpa 'iwadh, walaupun tanpa persetujuan kedua suami isteri itu".

Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[54]

z) Dalam kitab al-Qalyubi Juz II, hal. 307, yang berbunyi:

واذا رأى حكم الزوج الطلاق استقبل منه ولا يزيد على طلقة

Artinya:"Apabila hakam pihak suami berpendapat bahwa perceraian adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh, maka pendapatnya itu dapat diterima dengan menjatuhkan talaq tidak lebih dari satu".

Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[55]

aa) Dalam Kitab Mizan al-Sya'rani Juz II, hal. 140, yang berbunyi:

اتفق الائمة على ان الحضانة ثبت للام ما لم تتزوج

Artinya:"Para ulama telaah sepakat bahwa hak hadlanah (pemeliharaan anak) tetap berada di pihak ibu selama ia belum kawin lagi".

Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[56]

bb) Dalam kitab Tarsyihul Mustafidiin hal. 415, yang berbunyi:

فان ولي الأمر اذا شرط على القاضى عدم الحكم فى أمر مخصوص اتبع

Artinya:"Apabila pemerintah telah mensyaratkan kepada hakim tidak adanya hukum tentang sesuatu yang khusus, maka hal itu mesti diikuti".

Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor: 05/G/1992/PTA.Plg yang membatalkan putusan tingkat pertama.[57]

cc) Dalam kitab al-Asbah wan Nadzair hal. , yang berbunyi:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Artinya:"Menolak atau menghindarkan dari suatu kemadharatan itu hendaklah lebih diutamakan dari menarik keuntungan".

Doktrin diatas terdapat pada Putusan Nomor: 35/Pdt.G/1993/PTA.Bdg dalam perkara cerai talak[58]

dd) Dalam kitab al-Asybah wa al-Nadhair, hal. 118, yang berbunyi:

ينقض قضاء القاضى اذا خالف نصا او اجماعا او قياسا جليا او خالف القواعد الكلية او كان حكما لا دليل عليه

Artinya:"Putusan seorang hakim dapat dibatalkan apabila bertentangan dengan nash atau ijma' atau qiyas yang jelas, atau bertentangan dengan peraturan yang umum, atau putusan itu tidak berdasarkan dalil".

Pendapat ulama ini terdapat dalam putusan No: 02/Pdt.G/2000/PTA.Jpr tentang pembatalan putusan tingkat pertama.[59]

ee) Dalam kitab al-Fiqh 'ala Madzahib al-'Arba'ah Juz III hal. 292, yang berbunyi:

الهبة تمليك جائز التصرف مالا معلوما أو مجهولا تعذر علمه موجودا مقدورا على تسليمه غير واجب في هذه الحياة بلا عوض

Artinya:"Hibah adalah pemindahan hak milik yang boleh dilakukan atas harta yang telah jelas dikenal wujudnya, dapat diserahkan dan penyerahan tersebut merupakan penyerahan yang tidak wajib dan dilakukan semasa yang menghibahkan masih hidup tanpa imbalan apapun".

Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor:76/Pdt.G/2000/PA.GM tentang gugatan hibah.[60]

ff) Dalam kitab Mufti wa al-Syarh al-Kabir, Juz VI, hal. 250, yang berbunyi:

اذا مات الواهب قام وارثه مقامه في ---القبض

Artinya:"Apabila yang memberikan hibah meninggal, maka ahli warislah yang bertindak menyerahkan kepada yang memberi".

Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor:76/Pdt.G/2000/PA.GM tentang gugatan hibah.[61]

gg) Dalam kitab Tanwirul Qulub, Juz II halaman 359 yang berbunyi :

ﻮﺇذﺍ ﻋﻠﻕ ﺍﻠﻁﻼﻕ ﻋﻠﯽ شرﻁ وقع ﻋﻨﺩ وﺠود الشرط

Artinya : “Jika talak digantungkan kepada syarat (janji) maka jatuhlah talak itu bila terwujud syaratnya”.

hh) Dalam kitab al-Anwar Juz II halaman 55 yang berbunyi:

فان تعزز بتعزز او توار او غيبة جاز اثباته بالبينة

Artinya: ''Apabila dia enggan (tergugat), bersembunyi atau memang dia ghaib ( tidak diketahui alamatnya) maka perkara ini diputus berdasarkan bukti-bukti (kesaksian).

ii) Dalam kitab al-Syarqowi 'ala Tahrir, Juz II halaman 377

من علق طلاقا بصفة وقع بوجودها عملا بمقتضى اللفظ

Artinya:"Barangsiapa menggantungkan thalaq dengan suatu sifat, maka jatuhlah thalaq itu apabila sifat tersebut terwujud sesuai dengan ucapan yang dilaksanakan tadi'.

Doktrin ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 64/1970 pada Pengadilan Agama Sinatar dalam perkara ta'lik talak[62]

jj) Dalam kitab Fiqhussunah Juz II halaman 347 yang berbunyi:

اذا ادعت الزوجة اضرار الزوج بها بما لا يستطاع معه دوام العشرة بين امثالهما يجوز لها ان تطلب من القاضى التفريق و حينئذ يطلقها القاضى طلقة بائنة اذا ثبت الضرر وعجز عن الاصلاح بينهما

Artinya:"Jika isteri menda'wa suaminya telah memberikan kemadhorotan sehingga kelangsungan rumah tangganya tidak bisa dipertahankan, isteri boleh menuntut cerai kepada pengadilan, dalam hal ini jika telah terbukti madhorot tersebut tidak dapat di damaikan, maka dalam kondisi seperti itu, hakim boleh menceraikan isteri dari suaminya dengan talaq satu ba'in jika kemadaratan itu betul- betul terjadi dan hakim tidak mampu mendamaikan keduanya".

kk) Dalam kitab al-Anwar Juz II halaman 149 yang berbunyi :

و ان تعذر احتصاره لتواريه او لتعززه جاز سماع الدعوى بالبينة

Artinya:"Apabila Tergugat tidak hadir karena bersembunyi atau membangkang, maka hakim boleh menerima gugatan berdasarkan bukti-bukti (kesaksian)".

Penutup

Mudah-mudahan makalah singkat dan sangat-sangat sederhana ini bisa bermampaat bagi yang membutuhkan dan memerlukannya. Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini sebagaimana istilah "tak ada gading yang tak retak". Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran dari pembaca sekalian sehingga penulisan kedepan menjadi lebih baik lagi. Insya Allah dalam waktu yang tidak terlalu lama, bagian kedua dari makalah berjudul Dalil-dalil qur'an, hadits dan aqwal Fuqaha dalam Putusan Pengadilan Agama akan selesai. Makalah ini juga bisa dilihat pada website.www.pa_sidikalang.co.id

D A F T A R P U S T A K A

  1. Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2003
  2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2005
  3. Mimbar Hukum No. 66 Desember 2008, PPHI2M, Jakarta
  4. Departemen Agama RI, Berita Acara Persidangan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,cet.1 th. 1987.
  5. Departemen Agama RI, Yurisprudensi Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, cet.1 th.1986/1987.
  6. Departemen Agama RI, Analisa Putusan Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001
  7. Departemen Agama RI, Himpunan Putusan/Penetapan Pengadilan Agama, Proyek Pembinaan Peradilan Agama, 1979/1980
  8. Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, cet. IV.
  9. Mujahidin, Ahmad. Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah di Indonesia, IKAHI, Jakarta, 2008, cet, 1.
  10. Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan al-Hikmah, Jakarta, 2001, cet.2.
  11. Buku Pedoman Kerja bagi Hakim dan Panitera di Lingkungan Peradilan Agama, Pengurus IKAHA Sulsera 1989.
  12. Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, cet.2

(الحمد لله الذى قد تم الجزء الاول من هذا التأليف بعونه وامتنانه على يد الفقير الى رحمته وتوفيقه أيرلان نوفل)



[1] Penulis menyelesaikan Pendidikan SI di Fakultas Syari'ah Jurusan al-Akhwal al-Syahsiyyah IAIC Cipasung Tasikmalaya pada tahun 2000. sedangkan Pendidikan S2 selesai pada tahun 2006 dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada Studi Konsentrasi Hadits dan pernah mondok di Pesantren Sukahideng Tasikmalaya dari tahun 1992-2000. Pertama berkarir sebagai Calon Hakim pada Pengadilan Agama Kelas 1-A Subang, Jawa Barat dari tahun 2006-2009. Dan sejak Agustus 2009 bertugas sebagai Hakim Pratama Muda pada Pengadilan Agama Kelas 2 B Sidikalang, Medan Sumatera Utara.

[2] UU Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 2

[3] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, cet. IV, hal. 251

[4] Ibid, hal. 251-252

[5] Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan al-Hikmah, Jakarta, 2001, cet. 2, hal. 197

[6] Ibid

[7] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, cet.2, hal. 797-803

[8] Ibid, hal. 798

[9] Abdul Manan, op.cit, hal.200

[10] Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah di Indonesia, IKAHI, Jakarta, 2008, cet.1, hal. 41. untuk perbandingan lihat Buku Pedoman Kerja Bagi Hakim dan Panitera di Lingkungan Pengadilan Agama, Pengurus Wilayah IKAHA SULSERA, 1989, hal. 2

[11] Ahmad Mujahidin, ibid.

[12] Mimbar Hukum Islam No.66 Desember 2008, hal. 182

[13] Departemen Agama RI, Berita Acara Persidangan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,cet.1 th. 1987, hal. 42

[14] Ibid,hal. 140

[15] Ibid, hal.195

[16] Ibid, hal. 196

[17] Departemen Agama, Yurisprudensi Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, th.1986/1987, cet. 1, hal. 19

[18] Yurisprudensi MARI, tahun 2003, hal. 111.

[19] Departemen Agama, Yurisprudesi, op.cit, hal.164

[20] Departemen Agama RI, Analisa Putusan Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001, hal. 106

[21] Ibid, hal. 125

[22] Departemen Agama RI, Analisa, loc.cit, 106

[23] Mimbar Hukum Islam, Loc. Cit, hal. 182

[24] Departemen Agama RI, Berita Acara, op.cit, hal. 43

[25] Ibid, hal. 25

[26] Ibid, hal. 140

[27] Ibid, hal. 195

[28] Departemen Agama, Yurisprudensi, loc.cit, hal. 19

[29] Ibid, hal.20

[30] Ibid, hal.84

[31] Mimbar Hukum Islam, loc. cit, hal. 182

[32] Departemen Agama, Berita Acara, op.cit, hal. 197

[33] Ibid, hal. 42

[34] Ibid, hal. 43

[35] Ibid, hal. 44

[36] Ibid, hal. 54

[37] Ibid, hal. 140

[38] Ibid, hal. 196

[39] Departemen Agama, Berita Acara, op.cit. hal. 25

[40] Ibid, hal. 139

[41] Ibid.

[42] Ibid.

[43] Departemen Agama, Yurisprudensi, op.cit, hal. 12

[44] Ibid, hal.19

[45] Ibid, hal.33

[46] Ibid, hal. 37

[47] Ibid, hal.51

[48] Ibid, hal. 61

[49] Ibid, hal. 61

[50] Ibid, hal.133

[51] Ibid, hal. 110

[52] Ibid, hal.163

[53] Ibid, hal.164

[54] Ibid, hal.165

[55] Ibid, hal.165

[56] Ibid, hal.166

[57] Departemen Agama RI, Analisa Putusan , op.cit, hal.45

[58] Departemen Agama RI, Analisa Putusan, op.cit, hal. 216

[59] Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2003, hal. 103.

[60] Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2005, hal.163

[61] Ibid.

[62] Departemen Agama, Himpunan Putusan/Penetapan Pengadilan Agama, Proyek Pembinaan Peradilan Agama, 1979/1980, hal.76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar